Setiap orang yang
leawat di depanku, aku berharap itu dia, orang yang akan aku wawancara, orang
yang bahkan belum pernah kutemui sebelumnya. Sudah setengah jam aku duduk
di bangku panjang di depan mading FIB. Ya, ini yang disebut menunggu.
Di bangku sebelahku,
duduk seorang gadis jaket merah dan lelaki di sampingnya. Aku mengenal lelaki itu, tapi
kupikir ia tidak ingat padaku.
Aku ingat lelaki itu,
dulu awal masuk kuliah dialah lelaki yang aku idolakan, beberapa kali pertemuan
dengannya, aku selalu menyapa dengan senyum lebar, beberapa detik setelah ia
berlalu aku meloncat-loncat kegirangan
dengan tawa lebar. Bodoh.
Aku ingat lelaki itu,
aku menangis ketika ia kecewa dengan kami—MABA—yang tidak menghormati kakak
panitia OSPEK.
Aku ingat lelaki itu,
pagi tadi aku berada dalam satu ruangan dengannya. Hanya saja ia tidak
mengingatku. Ia malah bercanda dengan temanku, teman wanitaku yang dianggap
cantik oleh para lelaki.
Beberapa menit yang
lalu di bangku depan mading FIB ini, ia sempat melihatku. Hanya melihat
beberapa detik. Itu sudah cukup menjelaskan padaku, ia tidak ingat dengan gadis
yang dulu tersenyum lebar setiap kali bertemu dengannya, dan aku terlalu malu
untuk mengingatkan padanya siapa aku. Waktu pun belum memberiku waktu untuk berbicara dengannya.
Setengah jam kemudian ia pergi, beberapa menit setelah kepergiannya, gadis jaket merah juga pergi ke arah yang berlawanan dengan lelaki tadi sembari menenteng helm.
Comments:
Posting Komentar