Kamis, 21 Maret 2013

Cerita di Depan Mading FIB

Setiap orang yang leawat di depanku, aku berharap itu dia, orang yang akan aku wawancara, orang yang bahkan belum pernah kutemui sebelumnya. Sudah setengah jam aku duduk di bangku panjang di depan mading FIB. Ya, ini yang disebut menunggu.

Di bangku sebelahku, duduk seorang gadis jaket merah dan lelaki di sampingnya. Aku mengenal lelaki itu, tapi kupikir ia tidak ingat padaku.

Aku ingat lelaki itu, dulu awal masuk kuliah dialah lelaki yang aku idolakan, beberapa kali pertemuan dengannya, aku selalu menyapa dengan senyum lebar, beberapa detik setelah ia berlalu  aku meloncat-loncat kegirangan dengan tawa lebar. Bodoh.

Aku ingat lelaki itu, aku menangis ketika ia kecewa dengan kami—MABA—yang tidak menghormati kakak panitia OSPEK.

Aku ingat lelaki itu, pagi tadi aku berada dalam satu ruangan dengannya. Hanya saja ia tidak mengingatku. Ia malah bercanda dengan temanku, teman wanitaku yang dianggap cantik oleh para lelaki.

Beberapa menit yang lalu di bangku depan mading FIB ini, ia sempat melihatku. Hanya melihat beberapa detik. Itu sudah cukup menjelaskan padaku, ia tidak ingat dengan gadis yang dulu tersenyum lebar setiap kali bertemu dengannya, dan aku terlalu malu untuk mengingatkan padanya siapa aku. Waktu pun belum memberiku waktu untuk berbicara dengannya.

Setengah jam kemudian ia pergi, beberapa menit setelah kepergiannya, gadis jaket merah  juga pergi ke arah yang berlawanan dengan lelaki tadi sembari menenteng helm.

Comments:

Posting Komentar

Free Blog Template by June Lily